Sumber gambar: http://blog.deonandan.com
Jogja, 11 Februari 2017
Kepada yang tersayang,
Tuan H,
Cangkir kopi hitam yang semalam tak kau habiskan, masih ada di meja tamuku hingga pagi menjelang. Aku tak ingin menghilangkan tanda – tanda kehadiranmu karena mungkin seperti pelipur lara, cangkir itu sedikit memberikan penghiburan.
Semalam, aku memikirkan tentang kita, tentang percakapan yang belum selesai menjumpai kata sepakat. Kupikir sebenarnya kita hanya bermonolog satu sama lain bukan berdialog untuk menghangatkan pikir.
Semalam, aku merasa sesak hati dan sakit kepala karena kau pergi tanpa mengucapkan kata. Kau bilang kita ini salah, karena tak pernah terbuka pun tak pernah saling jujur apa adanya. Aku merasa kita ini diam di tempat karena membuat tertekan satu sama lain dan akhirnya semua terasa melelahkan.
Tuan H,
Mungkin kau merasa bahwa akulah yang berubah dan aku pun merasa sebaliknya. Belakangan ini kita tak menemu apa-apa yang menjadi hangat dan membuat kita merindukan satu sama lain dengan sangat.
Menurutmu, kita berada di fase yang aman?
Jangan mengatakan tidak, karena itu akan membuatku marah. Apa-apa yang telah kita perjuangankan rasanya menjadi tak berharga. Aku tak ingin menyerah pun tak ingin menjadi jauh dari kamu yang tengah merasa putus asa.
Tuan H,
Aku merindukan kita.
Merindu dengan sangat, percakapan-percakapan ringan nan menyenangkan, belaianmu diatas kepala, dan pelukanmu yang hangat seperti rumah. Aku tahu, jauh di balik sikapmu yang diam, kau pun merindukannya pula.
Lekas pulanglah, kopi hitam yang semalam sudah terganti dengan kopi hitam kesukaanmu yang kubuat. Asapnya mengepul dan aromanya memenuhi seluruh ruangan. Aku tak sabar ingin segera berlari dalam pelukanmu seperti biasanya.
Dan kau, dengan sikap tenangmu, akan membalas pelukanku dan berkata, “Aku pulang”
Salam sayang,
Wanitamu yang Kini Tengah Merindu dengan Sangat
#PosCintaTribu7e
#Hari ke-4