Surat Terakhir

Waiting-Girl

Sumber gambar: www3.friskusit.tk

Diantara dua dan tiga, aku sedang menuliskan surat yang mungkin tak kan sampai kepadamu, yang kini tengah menyanding luka karena keputusanku untuk mengakhiri segala.

Semalam aku ingat kita membuat janji bertemu di cafe biasanya, tepat ketika jarum pendek memukul angka delapan. Namun, kau tak datang, lantaran kau lebih senang duduk di kursi kantor berlatar belakang pemandangan malam yang panjang.

Jarum jam semakin mempermainkan tak kalah hatiku sudah nyeri parah dan jantungku berdetak lebih cepat untuk menunjukkan amarah yang hampir sampai di atas kepala.

Ya, aku sadar di skala prioritasmu mungkin aku nomor sekian.

Itulah permasalahan yang sedang melanda hubungan kita. Tentang apa yang menjadi skala prioritasmu tak sama dengan tolak ukur yang aku berikan. Mengetahui bahwa mungkin kau hanya membutuhkan semangatku semata untuk meraih semua gambaran kesuksesan versimu; ingin rasanya aku mati saja.

Aku cukup lelah untuk menjadi sabar, walau kata orang sabar selalu dipenuhkan asalkan kau tetap beritikad berjuang. Menurutku, sekarang semua itu tidak benar. Kenyataan yang ada, sabarku hanya kau manfaatkan sehingga kau mampu berjalan dengan tegak tanpa terkapar.

Ya, aku tak mampu sayang,

Aku tak mampu hanya menjadi ‘boneka’mu. Boneka yang dengan senang hati dimainkan kesana kemari tanpa arah. Bila kau ingin mengetahui mengapa aku mempertahankan hubungan ini, karena awalnya pemikiranku mengatakan kau dan aku punya satu tujuan. Namun, semua itu seperti racun yang lama-lama mengerogoti impianku yang sederhana.

Jadi, maafkanlah karena gadis yang telah menemanimu selama tiga ratus lima puluh hari ini memilih pergi agar ia bisa mengobati luka yang dipendam sendiri.

Maaf.

 

Dari perempuan yang kini merasa lega (walau) sesaat

P.K

 

#30HariMenulisSuratCinta

#Hari20

Diterbitkan oleh

Putri Kartikawati

Bahagia itu, Berarti Kamu Nyaman Menjadi Dirimu Sendiri

Tinggalkan komentar